UN-TPKFC S.E.A BERWENANG MENGGUNAKAN KEKUATAN BERSENJATA

adityo bm

PIAGAM DEWAN PASUKAN PENJAGA PERDAMAIAN ASIA TENGGARA (UN-TPKFC S.E.A) telah mengadopsi Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) Untuk mengatasi kelemahan Perserikatan Bangsa Bangsa yang sering tidak mampu merespon dengan cepat menyelesaikan krisis-krisis yang terjadi di dunia.

Sesuai dengan Pasal 6 Piagam UN-TPKFC S.E.A, maka Dewan Pasukan Penjaga Perdamaian Asia Tenggara (UN-TPKFC S.E.A) memiliki kekuasaan yang lebih luas untuk memutuskan tindakan apa yang harus diambil dalam situasi yang melibatkan ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian atau tindakan agresi.
Dalam situasi seperti itu, Dewan tidak terbatas pada rekomendasi tetapi mungkin mengambil tindakan, termasuk penggunaan kekuatan bersenjata untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.

TPKFC.SEA

 

STATUTA UNITED NATIONS – TPKFC-SEA

(THE PEACE KEEPING FORCES COUNCIL OF THE SOUTHEAST ASIA)

TENTANG PERATURAN SISTEM PELAKSANAAN

NOMOR : 170828 TAHUN 2011

 

Mukadimah

 

Mayoritas orang tentu menginginkan dunia yang damai. Tidak ada peperangan, tidak ada kerusuhan, tidak ada perselisihan. Semua bisa hidup berdampingan secara harmonis.

 

Perdamaian dalam arti yang luas adalah, “penyesuaian dan pengarahan yang baik dari orang seorang terhadap Penciptanya pada satu pihak dan kepada sesamanya pada pihak yang lain”

 

Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di mana sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh.

 

Kita tidak diijinkan untuk bergembira atas penderitaan orang lain, bahkan yang dianggap musuh sekalipun. Tidak boleh mengutuk, namun harus memberkati mereka. Kesimpulannya adalah, kehidupan penuh damai di dunia ini baru memungkinkan untuk terjadi jika komponen penting pengisi dunia, yaitu kita, manusia mau memulai dari diri kita sendiri untuk belajar hidup rukun dan damai dengan semua orang, tanpa terkecuali.

 

Ketika banyak orang belum mampu menghayati hakekat perdamaian dalam kehidupan untuk mencapai dunia yang lebih baik, a better and safer world, ketika masih banyak orang yang lebih memilih jalan-jalan permusuhan dan kekerasan, sebagai manusia bermoral, hendaklah kita mulai dari diri kita sendiri terlebih dahulu untuk menerapkan bentuk kasih yang penuh damai dengan orang-orang disekitar kita.

 

Grandmaster Maha Guru Adityo Hanafi

Grandmaster Maha Guru Adityo Hanafi
Maha Guru Adityo HanafiDatuk – The Clan Pemimpin

Grandmaster Maha Guru Adityo Mataram Hanafi adalah pewaris tradisi prajurit yang mengingatkan kembali ke waktu ketika praktek Pencak Silat adalah masalah hidup dan mati.

Anak ketiga dari Sumatera Jenderal (Purn.) Anak Marhaen Hanafi, dia diajarkan Minangkabau Silek Harimau dari ayahnya. Pada waktu itu ayahnya adalah kepala klan Lubuk Ngantungan. Gelar ini diturunkan kepadanya oleh ayahnya yang pada gilirannya adalah Adityo Hanafi kakek besar Neko Radjo Api. Belanda bernama Pendekar Radjo, yang “raja tua api” karena silat agresif sengit, beberapa tentara Belanda menganggapnya sebagai tak terkalahkan.

Dengan silsilah seperti itu, mungkin tidak mengherankan bahwa kecakapan Adityo dalam seni prajurit tumbuh dengan cepat. Sebuah kesempatan pertemuan dengan sangat dihormati Pendekar Kiayi Hadji Komar Djirebon dari Cirebon, menyebabkan ia diterima sebagai murid kesayangan guru besar. Hanafi muda belajar gaya Jawa Barat Silat darinya. Sistem ini silat sudah berakar dalam keluarga Hanafi sebagai leluhurnya Guru Randen Pandji adalah seorang master gaya.

Muda pesilat Hanafi kemudian mulai mempelajari gaya silat Setia Hati Jawa dari ibunya Soesro Soeseno Soekendah-Hanafi. Pada usia tujuh belas, Adityo Hanafi mengajar seni bela diri kepada commandoes khas Indonesia.

Pada tahun 1966, Grandmaster Hanafi menemani ayahnya ke Kuba, di mana ayahnya telah ditunjuk Duta Besar Indonesia di Havana. Di sinilah di mana ia belajar bahasa Inggris dan Perancis di Universitas Havana dan mulai sekolah Pencak Silat pertama di Kuba. Minatnya dalam budaya Afro-Kuba membawanya ke praktek spiritualitas Afrika dalam bentuk Abakua dan Palomayombe. Sementara belajar dan membantu melatih tentara Kuba, Hanafi muda bertemu Guru Kakek Amado yang bertindak sebagai penasihat spiritual untuk Fidel Castro. Hanafi dimasukkan banyak ideologi Guru Amado ke dalam silat nya.

Akhirnya pindah ke Perancis pada tahun 1971, Guru Hanafi mendirikan Palero Pencak Silat Association menggabungkan pengalamannya agama Afrika di diaspora dengan praktek Pencak Silat. Itu di sini di mana Maha Guru Hanafi mulai menyusun versinya Silek Harimau. Murid-muridnya termasuk Roger Pascal, Versini Alain, Raux Alain, Goarnison Luc, Guru Farid Mohammed, Don Juan Barrentxea, Michael Biery, Claud Biery, Maha Guru Richard Crabbe de-Bordes, Frank Piccot dan Guru Besar Fracois Pougary.

Sekarang Grandmaster Hanafi kembali ke Indonesia pada tahun 2003, di mana ia diangkat Kepala Komandan Angkatan Menjaga Perdamaian PBB.

Jenderal PBB Kawasan Asia Tenggara Adityo Bambang Mataram, Angkat Bicara

Jenderal PBB Kawasan Asia Tenggara Adityo Bambang Mataram, Angkat Bicara

Barangkali generasi muda Indonesia sekarang belum banyak yang tau siapa sosok Adityo Bambang Mataram, guru silat dan pelatih Green Barret (Perancis). Reputasinya menggemparkan di lima benua dan tujuh lautan , dimana murid-muridnya tersebar luas dari ujung Amerika Latin Cuba, Eropa, Amerika Selatan sampai ke Afrika Barat dengan ditandai terbentuknya Komando Pasukan Khusus/Inti di Cuba yang terkenal dengan nama Seguridad Del Escado dari Komandan Fidel Castro , kemudian menyebar dan masuk ke Pasukan Khusus Perancis yang terkenal dengan nama The Green Barret ( Legion Etranger ). Sampai ke Pantai Gading Afrika, Kamerun dan Ghana.

Dito panggilan akrabnya adalah putra dari AM Hanafi pemuda menteng 31 pendiri laskar rakyat yang menjadi cikal bakal lahirnya TNI.

Pesilat hebat itu lahir di Yogyakarta pada tanggal 3 Januari 1947 dari keluarga pejuang kemerdekaan. Dito menyelesaikan pendidikan SD nya di CikiniRaya no 76 -Jakarta Pusat  pada tahun 1953 s/d 1958 begitu juga SMP nya di Cikini dan di SMA 3 Setya Budi Jakarta. Dito melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Universitas Lahavana (HavanaUniversity).

Setelah sekian lama malang melintang memperkenalkan pencak silat harimau di daratan Eropa Barat (West Europe). Bersama Edi Nalapraya Ketua IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) Dito akhirnya mendirikan federasi pencak silat di benua tersebut dan Dito juga salah satu pendiri The Peace Keeping Forces Council of The Southeast Asia dan mendapat jabatan  General Four Star.

Dito anggota OSPAAL di Kuba itu kini kembali ke tanah air tercinta Indonesia karena dorongan hati dan kepeduliannya kepada bangsa dan nasib rakyat  Indonesia. Visi kedatangan Dito adalah, membangun dunia kembali dengan tidak ada penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa.

“ Semua harus kembali kepada Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila”  kata  Adityo Bambang Mataram di Kawasan Plaza Senayan Jakarta, belum lama ini kepada wartawan dalam acara temu kangen dengan generasi penerus 11 pemuda menteng 31.

Lanjutnya,  sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945  pada pasal 33 telah di sebutkan bahwa, bumi dan air adalah hak rakyat, bangsa dan Negara. Dan adalah hak primer capital utama yang tidak dapat di kuasai pihak asing kecuali kerjasama dan Indonesia sebagai pemegang kekuasaan.

Dito juga menegaskan, bahwa Pancasila adalah adalah roh yang paling besar  dari bangsa Indonesia dan merupakan hubungan spiritual intelektual, materil antara Allah, alam dan insan manusia.

Sementara ketika di singgung tentang masa lalunya, Dito terkenang bagaimana sebelumnya untuk menyambung hidup sebagai asile politik di Perancis, Dito pernah mencarikan pekerjaan untuk bapaknya (AM Hanafi) ex Dubes RI di Kuba menjadi penjaga mobil di Perancis.

” Dan daripada menjadi kere (miskin) di Perancis, lebih baik saya tantang dunia persilatan melalui ajang pertandingan beladiri kontra karate, tae kwon do dan lainnya di Eropa Barat dan Amerika” kenang Dito yang mengaku bahwa silat harimau minangkabau warisan leluhurnya itulah yang mengangkat harga dirinya  di luar negeri. Karena  kejadian demi kejadian membuat dirinya selalu menang, sehingga ia menjadi mapan dan terkenal.

Dito selalu meraih sukses dalam setiap kompetisi tingkat dunia. Dan Dito juga di kenal sebagai orang Indonesia yang sukses mendirikan restaurant Indonesia yang bernama Jakarta-Bali. Sebuah rumah makan yang berada di tengah-tengah jantung Kota Paris di sebelah menara La Tour Eifel Kota Paris.

AM Hanafi (Anak Marhaen Hanafi) lahir di Bengkulu, Hindia-Belanda, pada tahun 1918. beliau wafat di Paris, Perancis pada 2 Maret 2004 pada usia 87 tahun. Hanafi adalah mantan Menteri Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat untuk Pembangunan pada tahun 1957-1960 pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Hanafi juga mantan Duta Besar Republik Indonesia uintuk Kuba pada tahun 1963-1965. Akibat kedekatannya dengan Bung Karno pada masa orde baru, ia meminta dan mendapat suaka politik ke Perancis. Dan di Perancis Hanafi tinggal bersama keluarga sampai akhir hayatnya.

Sebelumnya AM Hanafi pernah menulis buku yang menghebohkan yaitu, Menteng 31 Membangun Jembatan Dua Angkatan pada tahun 1996 dan juga Menggugat Kudeta Jend. Soeharto dari Gestapu ke Supersemar pada tahun 1998.

Sementara itu, Dito juga membeberkan, Yang jelas Negara ini di bikin oleh Bung Karno yang di dorong oleh AM Hanafi dengan 11 pemuda menteng yang rata-rata jago silat. Bung Karno berani memproklamsikan kemerdekaan Indonesia, karena ada Hanafi dan Chaerul Saleh serta 11 pemuda yang di bawah komando Hanafi, mereka komit mengikuti Bung Karno dalam segala hal. AM Hanafi-lah yang membentuk lascar rakyat yang merupakan cikal bakal TNI yang pusatnya di Menteng 31 yaitu tempat berkumpulnya para pemuda radikal. Dan Bung Karno  memilih Jakarta menjadi kota diplomasi,

“ Tetapi kalau melihat siapa yang berkuasa saat ini, kok kenapa orang-orang itu tidak ada hubungannya dengan orang-orang yang mendirikan NKRI dulu?  darimana mereka, kok bisa memerintah sampai tingkat presiden” kata Adityo Bambang Mataram Jenderal PBB untuk Kawasan Asia Tenggara itu dengan nada terheran-heran.

Pahlawan yang Terlupakan

Catatan A. Umar Said

MENGENANG PEJUANG 45, ANAK MARHAEN HANAFI

Wafat 2 Maret 2004 di Paris

Membuat tulisan tentang wafatnya seorang kawan adalah suatu hal yang tidak mudah, karena berkaitan dengan berbagai emosi, kenangan, dan pandangan. Apalagi, kalau kawan itu termasuk tokoh yang cukup menonjol dalam sejarah perjuangan lahirnya Republik Indonesia, yaitu A. M. Hanafi (lengkapnya : Anak Marhaen Hanafi). Tulisan kali ini, dimaksudkan sebagai tanda penghormatan kepada seorang yang sejak mudanya, sampai usia lanjutnya yang 87 tahun itu, terus dengan gigih atau konsekwen menjadi pendukung dan pembela gagasan-gagasan politik Bung Karno

Pada tanggal 2 Maret 2004 jam 22.40 ia telah wafat di rumahsakit George Pompidou, Paris, setelah dirawat sejak sehari sebelumnya, karena pendarahan pencernaan.

Bapak A.M. Hanafi adalah salah seorang dari kelompok pemuda Menteng 31, yang dalam 1945 memainkan peran penting dalam hari-hari bersejarah menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, dan dalam masa revolusi. Semasa hidupnya, ia terkenal sebagai kader Bung Karno dan pernah menjadi ketua Partindo, pimpinan Front Nasional, dan Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat. Kepadanya telah dianugerahkan Bintang Mahaputera dan pangkat tituler Letnan Jenderal TNI.

Dalam usia yang sudah sangat lanjut, ia masih selalu sangat memperhatikan perkembangan situasi politik di Indonesia. Dengan wafatnya, barisan pendukung politik dan ajaran Bung Karno telah kehilangan salah seorang tokohnya.

PENGHORMATAN DARI BANYAK FIHAK

Berita tentang wafatnya Pak A. M. Hanafi telah tersiar sejak tanggal 2 Maret malam, baik melalui telpon maupun lewat Internet, yang dilakukan oleh anggota keluarganya maupun oleh berbagai kawan di Paris dan negeri-negeri lain. Sejak itu, para anggota keluarga Bapak A.M. Hanafi terus-menerus menerima telpon tanpa berhenti. Pada tanggal 3 Maret siang diadakan upacara penghormatan jenazah yang dilakukan di rumahsakit George Pompidou, Paris, dengan mendapat perhatian besar dari berbagai kalangan.

Dubes RI untuk Perancis, A. Silalahi dan Nyonya, beserta banyak anggota staf KBRI memerlukan datang ke rumahsakit untuk memberikan penghormatan. Demikian juga keluarga besar restoran koperasi INDONESIA.

Kalau dilihat dari sudut sejarah dan perjuangan rakyat Indonesia, perhatian atau ponghormatan KBRI di Paris atas wafatnya Bapak A.M. Hanafi ini adalah wajar dan sudah semestinya atau sepatutnya. Sebagai wakil pemerintah, atau wakil negara, Dubes RI memang patut memberikan penghormatan kepada arwah seorang pejuang bersejarah, yang dalam hidupnya pernah memainkan peran penting untuk proklamasi 17 Agustus 1945, bersama-sama dengan tokoh-tokoh pemuda lainnya, seperti Sukarni, Chaerul Saleh, Wikana, Sidik Kertapati, Aidit, dll. dll

SEPERTI BUNG KARNO, KORBAN ORDE BARU

Kalau dikaji dalam-dalam, wafatnya Pak A.M. Hanafi bisa mengandung berbagai arti yang cukup serius, dari segi politik dan sejarah. Kasus Bapak A.M. Hanafi adalah contoh yang gamblang dari keadaan yang kacau-balau atau “jungkir-balik” yang ditimbulkan oleh rezim militer Orde Baru, seperti halnya dengan kasus Bung Karno,

Sebab, jelas bahwa Pak Hanafi tidak ada sangkut-pautnya dengan G30S. Karena, ketika peristiwa itu meletus ia menjabat sebagai Duta Besar RI di Kuba. Tetapi, hanya karena kedekatannya dengan Bung Karno-lah maka ia kemudian di-“kucil”-kan dan disingkirkan dari jabatannya sebagai Duta Besar. Pak Hanafi kemudian terpaksa meninggalkan Kuba dan minta suaka politik di Prancis, di mana ia terpaksa tinggal lebih dari 30 tahun, sampai wafatnya. Pak Hanafi, yang ikut memperjuangkan kelahiran Republik Indonesia, terpaksa wafat di tanah pengasingan, dan bukan di tanah-airnya sendiri yang ia cintai. Satu hal yang ironis sekali.

Jelas bahwa Pak Hanafi adalah korban politik rezim militer Orde Baru, seperti halnya Bung Karno. Mereka berdua, seperti banyak orang lainnya, telah menjadi korban dari pengkhianatan Suharto beserta para pendukungnya. Sekarang makin banyak bukti-bukti sejarah yang menjelaskan bahwa Suharto dan para pendukungnya telah melakukan pengkhianatan terhadap revolusi rakyat Indonesia dengan bantuan kekuatan asing (antara lain imperialisme AS, Inggris, Australia)

Menurut cerita kalangan keluarga Pak Hanafi, akhir-akhir ini beliau sering sekali berbicara tentang pentingnya rehabilitasi Bung Karno. Karena, sebagai seorang yang sangat dekat dengan Bung Karno, ia merasa betul bahwa Bung Karno sudah diperlakukan secara tidak adil dan secara kejam oleh para penguasa Orde Baru. Sebab, Bung Karno yang sudah memimpin perjuangan rakyat Indonesia sejak umur mahasiswa dan menjadi proklamator kemerdekaan RI (bersama Bung Hatta) akhirnya dibikin sebagai tahanan politik oleh Suharto dkk.

AKAN DIMAKAMKAN DI INDONESIA

Dalam satu percakapan, Dubes Silalahi menegaskan bahwa sebagai tokoh perjuangan yang bersejarah Pak Hanafi memang sudah sepatutnya mendapat penghormatan selayaknya dari KBRI dan dari kita semua. Oleh karenanya, KBRI akan memberi bantuan semaksimal mungkin kepada keluarga Bapak A.M. Hanafi, apa pun keputusan yang diambil nantinya.

Sedangkan dari keluarga Bapak A.M. Hanafi didapat keterangan bahwa jenazahnya akan diterbangkan ke Indonesia. Memang tadinya ada rencana untuk dimakamkan di Paris di samping makam istrinya, yang sudah mendahuluinya setahun yang lalu. Tetapi ada saran-saran dari banyak kalangan di Jakarta, yang menganjurkan supaya jenazah Pak Hanafi dimakamkan di Jakarta saja, supaya mudah dikenang oleh banyak orang.

Oleh karena itu keluarga Pak Hanafi sudah memutuskan untuk memakamkan jenazahnya di Indonesia. Tetapi, karena Pak Hanafi berkali-kali pesan bahwa kalau ia wafat maka makamnya haruslah berdampingan dengan makam Ibu Hanafi, maka untuk menghormati pesan itu makam Ibu Sukendah Hanafi akan dipindahkan kemudian hari dari Paris ke Indonesia.

Untuk itu, para puteranya, beserta kawan-kawan seperjuangannya di Indonesia, yang umumnya terdiri dari para pendukung politik Bung Karno, akan mengusahakan supaya pemakaman Pak Hanafi di Indonesia berlangsung secara selayaknya.

KECINTAAN KEPADA BUNG KARNO

Dalam kehidupannya di Paris selama lebih dari 30 tahun, karakteristik Pak Hanafi yang menonjol sekali adalah kesetiaannya, kekagumannya, atau kecintaannya kepada Bung Karno. Tidak salahlah kalau dikatakan bahwa kecintaannya terhadap Bung Karno merupakan sumber semangat perjuangannya, baik selama di tanahair maupun di luar negeri.

Hal i ni adalah wajar dan bisa sepenuhnya bisa dimengerti, kalau diiingat bahwa Pak A.M. Hanafi telah diambil sebagai anak angkat Bung Karno ketika beliau di-“buang” ke Bengkulu oleh pemerintah kolonial Belanda.

Yang tidak sempat disaksikan olehnya, karena keburu wafat, adalah datangnya masa yang menjadi idamannya, yaitu rehabilitasi bagi Bung Karno. Tetapi, pada saatnya, rehabilitasi Bung Karno ini pasti akan menjadi kenyataan.

Bapak A.M. Hanafi adalah salah seorang dari kelompok pemuda Menteng 31, yang dalam 1945 memainkan peran penting dalam hari-hari bersejarah menjelang proklamasi 17 Agustus 1945, dan dalam masa revolusi. Semasa hidupnya, ia terkenal sebagai kader Bung Karno dan pernah menjadi ketua Partindo, pimpinan Front Nasional, dan Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat. Kepadanya telah dianugerahkan Bintang Mahaputera dan pangkat tituler Letnan Jenderal TNI.
Pada tanggal 2 Maret 2004 jam 22.40 ia telah wafat di rumahsakit George Pompidou, Paris, setelah dirawat sejak sehari sebelumnya, karena pendarahan pencernaan.
Kalau dilihat dari sudut sejarah dan perjuangan rakyat Indonesia, perhatian atau ponghormatan KBRI di Paris atas wafatnya Bapak A.M. Hanafi ini adalah wajar dan sudah semestinya atau sepatutnya. Sebagai wakil pemerintah, atau wakil negara, Dubes RI memang patut memberikan penghormatan kepada arwah seorang pejuang bersejarah, yang dalam hidupnya pernah memainkan peran penting untuk proklamasi 17 Agustus 1945, bersama-sama dengan tokoh-tokoh pemuda lainnya, seperti Sukarni, Chaerul Saleh, Wikana, Sidik Kertapati, Aidit, dll.
Pak Hanafi tidak ada sangkut-pautnya dengan G30S. Karena, ketika peristiwa itu meletus ia menjabat sebagai Duta Besar RI di Kuba.

Tetapi, hanya karena kedekatannya dengan Bung Karno-lah maka ia kemudian dikucilkan dan disingkirkan dari jabatannya sebagai Duta Besar. Pak Hanafi kemudian terpaksa meninggalkan Kuba dan minta suaka politik di Prancis, di mana ia terpaksa tinggal lebih dari 30 tahun, sampai wafatnya. Pak Hanafi, yang ikut memperjuangkan kelahiran Republik Indonesia, terpaksa wafat di tanah pengasingan, dan bukan di tanah airnya sendiri yang ia cintai. Satu hal yang ironis sekali.

Menteri Negara dalam kabinet Djuanda masa kerja 9 April 1957 – 10 Juli 1959
Menteri Negara Urusan Pengerahan Tenaga Kerja dalam kabinet Djuanda masa kerja 9 April 1957 – 10 Juli 1959